Personil Bidang Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah KKP Kelas I Medan

Monday 29 June 2009

KESEHATAN : Stroke Penyebab Kematian Tertinggi

Senin, 29 Juni 2009 | 03:59 WIB

Jakarta, Kompas - Pada kelompok umur 55-64 tahun, stroke merupakan penyebab kematian tertinggi baik di perkotaan maupun pedesaan di Indonesia. Hal ini terkait erat dengan gaya hidup hidup, pola makan, dan kebiasaan berolahraga.

Demikian pidato tertulis dari Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pada Perkemahan Nasional Peduli Stroke di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Minggu (28/6).

Menkes mengutip hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 yang dipublikasikan pada Desember 2008. Prevalensi stroke di Indonesia 8,3 per 1.000 penduduk. Pada kelompok umur 45-54 tahun, stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan.

Perkemahan Nasional Peduli Stroke untuk memperingati Hari Stroke Sedunia pada 24 Juni. Ketua Panitia Pelaksana Perkemahan Nasional Peduli Stroke M Arifin mengatakan, perkemahan tersebut dimaksudkan untuk membangkitkan semangat para penderita stroke dan mengingatkan bagi yang belum terkena stroke agar mewaspadainya.

Kamel Kinaly, salah satu pendiri Himpunan Peduli Stroke, menyatakan, persoalan stroke ini harus disikapi secara serius karena penderitanya makin banyak di Indonesia.

Sekarang ini usia muda pun sudah harus mewaspadai stroke karena stroke bukanlah penyakit orangtua. Anak-anak muda pun harus menjaga gaya hidup dan pola makannya supaya terhindar dari stroke.

Tidak seimbang

Berry Tanukusuma (69) yang pernah terserang stroke pada usia ke 46 tahun, 23 tahun lalu, bercerita mengenai pola makannya. Dulu setiap hari Berry makan sop kaki kambing dengan menu khusus: jeroan, otak dan torpedo, merokok empat bungkus sehari, serta setiap hari minum delapan gelas kental.

”Ditambah berangkat kerja subuh dan pulang malam hari. Semua pekerjaan saya kerjakan sendiri, tidak saya bagikan ke anak buah karena tidak percaya,” katanya.

Akhirnya dia mengalami hiperkolesterol hingga 450 mg/dl dan penyumbatan darah otak kanan (stroke). ”Saya koma tiga hari,” tutur Berry. Dia dirawat enam bulan di rumah sakit: 3,5 bulan di RS Pusat Pertamina dan 2,5 bulan RS di Singapura.

”Setelah sembuh pun saya tidak bisa apa-apa. Makan dan ke kamar mandi dibantu. Akhirnya saya belajar mandiri. Begitu sudah bisa mandiri, saya langsung nyetir mobil ke Bandung hanya dengan tangan kanan karena separuh badan sisi kiri lumpuh,” kata Berry. Namun, dia tidak putus asa dan terus menyemangati penderita stroke untuk bangkit.

Begitu pula Tommy Hendra (67) yang mengalami stroke pada 18 April 1999. Pembuluh darah halus otak kirinya pecah. ”Saya menderita hipertensi genetik yang saya tidak tahu. Ibu saya dulu cuma bilang itu penyakit orangtua, jadi saya tidak peduli,” katanya.

Tommy sempat dua bulan dirawat di RS Carolus, Jakarta. ”Namun, saya 10 tahun terakhir ini harus terus fisioterapi untuk melatih tangan dan kaki kanan saya supaya tidak terjadi kekakuan. Kasus yang seperti saya ini sudah tidak mungkin pulih karena menyerang sel-sel otak sudah mati dan tidak mungkin diganti,” katanya.

Kebanyakan orang sudah tahu bahwa makan makanan berlemak dan mengonsumsi jenis makanan tertentu memang berisiko menyebabkan darah tinggi. Namun, pengetahuan tidak otomatis diikuti dengan praktik dalam kehidupan sehari-hari. (LOK)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/29/03595949/stroke.penyebab.kematian.tertinggi